Reforma Agraria hadir untuk mempersempit ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah yang sejatinya akan memberikan harapan baru untuk perubahan dan pemerataan sosial ekonomi masyarakat secara menyeluruh.
Reforma Agraria merupakan salah satu Program Prioritas Nasional yang ditingkatkan Pemerintahan Jokowi-JK dalam upaya membangun Indonesia dari pinggir serta meningkatkan kualitas hidup; sebagaimana terkandung dalam Nawa Cita Jokowi-JK. Menilik sebelumnya pada UU Pokok Agraria tahun 1960, terdapat tiga tujuan mulia yang ingin dicapai: Pertama, Menata ulang struktur agraria yang timpang jadi berkeadilan, Kedua, Menyelesaikan konflik agraria, dan Ketiga menyejahterakan rakyat setelah reforma agraria dijalankan.
Reforma agraria secara fundamental memberikan program-program yang dapat menuntaskan masalah kemiskinan masyarakat desa, meningkatkan kesejahteraan dengan kemandirian pangan nasional, meningkatkan produktivitas tanah, memberikan pengakuan hak atas tanah yang dimiliki baik secara pribadi, negara, dan tanah milik umum yang pemanfaatannya untuk memenuhi kepentingan masyarakat.
Reforma agraria bentuknya ada tiga, yaitu legalisasi aset, redistribusi tanah dan perhutanan sosial. Dalam bentuknya reforma agraria yang ditargetkan akan dilaksanakan seluas 9 juta hektar sebagaimana Lampiran Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, dalam skemanya legalisasi aset 4,5 juta hektar yang meliputi legalisasi terhadap tanah-tanah transmigrasi yang belum bersertipikat yaitu seluas 600.000 hektar dan legalisasi terhadap tanah-tanah yang sudah berada dalam penguasaan masyarakat seluas 3,9 juta hektar.
Untuk redistribusi tanah seluas 4,5 juta hektar, meliputi Hak Guna Usaha Habis, tanah terlantar dan tanah Negara lainnya seluas 400.000 hektar dan tanah-tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan seluas 4,1 juta hektar. Peran Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam Reforma Agraria adalah memberikan aset dan akses. Dalam hal aset, Kementerian ATR/BPN menjamin kepastian hukum atas tanah yang dimiliki seperti memberikan sertipikat tanah, mempercepat pendaftaran tanah dan inventarisasi penguasaan, pemilikan dan penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam kerangka reforma agraria yang dilakukan melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Untuk hal akses Kementerian ATR/BPN memberikan pemberdayaan terhadap infrastruktur jalan dan irigasi, termasuk prasarana pascapanen, pendidikan dan pelatihan, kredit usaha, serta pemasaran.
Pada tahun 2018 ini, Kementerian ATR/BPN memiliki target sertipikasi tanah melalui PTSL sebanyak 7 juta bidang dan target redistribusi tanah sebanyak 350.650 bidang yang tersebar di 31 Provinsi di seluruh Indonesia. Berdasarkan data yang dimiliki Kementerian ATR/BPN, PTSL yang menggunakan data potensi per 7 Juni 2018, telah dilakukan pemetaan sebanyak 2.077.139 bidang, sertipikat sebanyak 519.759 dan potensi PTSL sebanyak 915.911 bidang.
Selama tahun 2018 Kementerian ATR/BPN telah mencetak success story Reforma Agraria, di antaranya; Redistribusi tanah eks HGU yang dilepaskan sukarela di Siak, Riau berjumlah 4.000 bidang seluas kurang lebih 4.000 ha, KT dalam rangka pengembangan peternakan berbasis IPTEK pada tanah eks HGU seluas 510 ha di Soppeng, Sulawesi Selatan, KT dalam rangka pengembangan kawasan pariwisata pada tanah eks HGU seluas 47 ha di Pandeglang, Banten. Redistribusi tanah eks HGU dan tanah terlantar di Sulawesi Utara; Kampung Kakao di Kolaka akan dikembangkan 3.000 ha, Kolaka Timur: Pelepasan HGU 6.070 ha dan tanah terlantar 225 ha, Muna eks HGU 1.100 dan 1.500 ha, sudah dilaksanakan IP4T.
Biro Hukum dan Humas Kementerian ATR/BPN